Mengikuti kesuksesan Assassin’s Creed yang dirilis tahun 2007, Ubisoft Montreal membuat sekuelnya di tahun 2009 untuk multi konsol. Assassin’s Creed II mendapat banyak pujian berkat penjelajahan area yang lebih luas, interaksi dengan NPC lebih banyak, gameplay yang non linear dan misi yang lebih bervariasi. Upgrade terbesar adalah “economic system” dimana di tengah misinya pemain dapat membeli senjata, perisai dan asesoris.
Assassin’s Creed II melanjutkan petualangan Desmond Miles yang sebelumnya terlibat dalam proses ekstraksi memori yang dilakukan Abstergo Industries. Sukses menggali memori Altaïr ibn La'Ahad dari Animus, Desmond dan Lucy Stillman kemudian melarikan diri dari fasilitas penelitian. Desmond kemudian masuk ke dalam sebuah alat yang lebih canggih yaitu Animus 2.0. Kali ini mereka akan mengekstraksi memori Ezio Auditore da Firenze yang diketahui masih berhubungan darah dengan Desmond.
Ezio Auditore da Firenze (1459 – 1524) adalah seorang bangsawan dari Florence, Itali, yang hidup di masa Renaissance di abad ke-15. Nama Ezio diambil dari bahasa Yunani “Aetos” yang berarti elang dan “Firenze” adalah bahasa Itali untuk Florence. Sama seperti sebelumnya, Assassin’s Creed II menghadirkan tokoh utama fiksi namun setting tempat, tokoh dan waktunya berdasarkan sejarah yang nyata.
Ezio lahir sebagai anak kedua dari pasangan Giovanni Auditore (seorang bankir) dan Maria de’ Mozzi. Dinasti Auditore adalah salah satu yang bangsawan terpandang di Itali sejak abad ke-13. Kediaman mereka di pinggiran kota Venice dan selama bertahun-tahun menjadi teman dekat Dinasti Medici yang menguasai kota Florence.
Meski masa kejayaannya terbilang singkat (sekitar 200 tahun), dinasti Auditore menyimpan sebuah rahasia yaitu petarung hebat yang berlatar belakang Assassin. Di tahun 1476, atau kira-kira 170 tahun sejak berdirinya, dinasti Auditore akhirnya runtuh. Ini karena konspirasi jahat antara Rodrigo Borgia, Uberto Alberti dan keluarga Pazzi (yang menjadi musuh Medici).
Sejarah nyata menyebutkan bahwa Rodrigo Borgia (1431 – 1503) adalah seorang Paus dengan gelar Paus Alexander VI. Dia adalah petinggi gereja berkebangsaan Spanyol sekaligus pemimpin templar (pasukan salib). Meski seorang petinggi gereja, kepiawaian Borgia justru tampak pada politik dan diplomasi. Setelah bertahun-tahun melayani lima Paus sebelumnya, Borgia mendapatkan pengaruh dan kekayaan. Karena kebijakannya yang sering menguntungkan diri dan keluarganya (nepotisme), Borgia menjadi Paus paling kontroversial. Nama keluarganya adalah sinonim untuk standar korup dari Kepausan di era tersebut.
Adapun Uberto Alberti (1416 – 1476) adalah seorang pengacara yang handal. Walau keahlian ilmu hukum seluruhnya didapat dengan otodidak, Alberti selalu memenangkan kasus yang ditanganinya. Ketika masih menjadi pengacara, oleh bank Medici keluarga Alberti diusir dari rumahnya. Alberti lalu menyimpan dendam dan ingin menuntut balas atas perlakuan Medici. Saat itulah kelompok Templar Rodrigo Borgia mendekatinya. Mereka akan mengabulkan apapun keinginan Alberti sebagai ganti kerja samanya. Alberti setuju dan menyusun persekongkolan jahat membunuh Galeazzo Maria Sforza, seorang bangsawan dari kota Milan.
Tujuan pembunuhan itu adalah mengacaukan hubungan baik antara kota Milan dan Florence. Borgia akhirnya memang berhasil membunuh Galeazzo Maria Sforza. Sementara itu lewat surat yang dirampas dari anak buah Borgia, Giovanni Auditore mendapat bukti kuat keterlibatan Borgia dalam insiden itu. Giovanni kemudian membawa surat itu pada dua teman yang dianggapnya dapat dipercaya, yaitu Alberti dan Pastor Maffei.
Sayangnya, Giovanni tidak tahu bahwa Alberti dan Pastor Maffei ternyata bersekutu dengan Borgia. Saat Giovanni menunjukkan surat itu, mereka berdalih tidak mampu memecahkan kode rahasianya. Di belakang Giovanni mereka diam-diam melapor pada Borgia. Demi menutupi konspirasinya, Mereka berencana menyingkirkan keluarga Auditore yang dianggap satu-satunya penghalang menghancurkan Medici.
Seluruh keluarga Auditore kecuali wanita dan Ezio kemudian ditangkap atas tuduhan makar dan pengkhianatan pada negara. Dengan mata kepalanya sendiri Ezio hanya bisa melihat ayah dan dua saudara laki-lakinya yaitu Federico dan Petruccio berakhir di tiang gantungan. Ezio lolos dari hukuman karena sebelum eksekusi Giovanni memintanya mengirim surat bukti kejahatan Borgia pada Alberti (walaupun sebenarnya hal itu sia-sia saja). Petunjuk terakhir ayah Ezio juga berakhir pada sebuah peti di rumah mereka yang berisi baju dan senjata Assassin.
Sesudah eksekusi Ezio membawa saudara perempuan dan ibunya yang panik ke sebuah rumah di Tuscan, Monteriggioni. Disana paman Ezio yaitu Mario Auditore memberikan mereka perlindungan dan melatih Ezio yang baru berumur 17 tahun untuk menjadi seorang Assassin. Mario juga membantu Ezio menemukan orang-orang di belakang konspirasi itu. Perburuan Ezio membuatnya berpetualang dari Florence, San Gimignano, Forli, Venice hingga ke Roma. Selama itu pula Ezio banyak membantu kelompok akar rumput seperti prajurit bayaran, pencuri dan pelacur.
Beberapa waktu kemudian Ezio berhasil melacak keberadaan Uberto Alberti di sebuah pameran seni di biara Santa Croce. Ezio yang diam-diam mengikutinya mendengar pembicaraan Alberti dengan para bangsawan yang hadir. Mereka memuji Alberti karena berhasil mengeksekusi Giovanni. Pada akhirnya Alberti mulai sadar jika Ezio sedang mendekatinya, namun sudah terlambat untuk memanggil penjaga. Dengan brutal Ezio berulang kali menusuk dada Alberti, membalaskan kematian ayah dan dua saudaranya. Ezio lalu berkata pada khalayak ramai bahwa keluarga Auditore masih belum tamat.
Setelah Ezio membunuh Alberti, dia menemukan selembar surat yang disembunyikan di dompet Alberti. Surat yang berisi pengakuan itu ditujukan untuk istri Alberti dan disana tertulis:
Sayangku,
Aku mencurahkan segala pikiranku di kertas ini dengan harapan suatu hari nanti berani membaginya denganmu. Pada saatnya nanti, kau akan mengetahui bahwa aku telah mengkhianati Giovanni, menyebutnya sebagai pengkhianat dan membuatnya dihukum mati.
Sejarah mungkin akan menilai ini masalah politik dan keserakahan. Kini bukanlah kebencian yang memaksa tanganku, melainkan ketakutan. Untukmu, untuk anak kita, untuk masa depan. Apa yang bisa diharapkan dunia dari seseorang dengan tujuan yang salah sepertiku?
Mereka menawariku uang, tanah dan jabatan sebagai imbalan kerjasamaku. Dan dengan begitu, inilah cara bagaimana aku mengkhianati teman terbaikku. Meski tidak kuasa mengakuinya, tampaknya aku harus melakukannya pada saatnya nanti. Dan kinipun, jika mengingat peristiwa itu kembali, aku tidak melihat pilihan yang lain……
Sepanjang petualangannya, Ezio juga bertemu dengan tokoh terkenal dalam sejarah seperti Leonardo da Vinci dan Niccolo Machiavelli. Berkat bantuan Leonardo da Vinci akhirnya Ezio berhasil menyempurnakan Codex (semacam jurnal) yang ditulis master Assassins yaitu Altaïr ibn La'Ahad. Tepat setahun kemudian Rodrigo Borgia diangkat sebagai Paus Alexander VI di Vatikan. Ezio yang sudah didaulat sebagai pemimpin para Assassins menyusun rencana mengeksekusi musuh terbesar mereka itu.
Ezio dengan dibantu teman-temannya berhasil menyudutkan posisi Borgia. Ketika teman-temannya menyebar untuk memecah kekuatan pengikut Borgia, Ezio menyusup seorang diri ke Vatikan. Disanalah Ezio berhasil menemukan Borgia, namun ketika akan menyerangnya, sang pastor korup itu menghentikan gerak Ezio dengan tongkatnya pastoralnya. Dalam posisi terjepit Borgia melukai Ezio dengan pisau dan kemudian melarikan diri dengan tongkat itu berikut apelnya.
Tongkat Borgia (disebut Papal Cross) sesungguhnya adalah bagian pecahan dari artifak Piece of Eden. Sedangkan apel itu serupa dengan artifak yang ditemukan oleh Altaïr beberapa abad silam. Beruntung, Ezio masih hidup dan dengan menggunakan Eagle Vision dia dapat melacak keberadaan Borgia. Mereka kembali bertemu dan kali ini Ezio tidak kesulitan mengalahkan si pastor tua. Namun demikian Ezio melepaskan Borgia karena baginya balas dendam tidak akan mengembalikan ayah dan kedua saudaranya.
Ezio kemudian menggunakan Papal Cross dan apel itu untuk menemukan sebuah kubah rahasia di bawah Vatikan. Didalamnya tersembunyi gambar holografik yang menampilkan sosok asing bernama Minerva. Secara bersamaan Minerva bicara pada Ezio dan Desmond yang saat itu masih berada dalam Animus. Dia mengaku sebagai “utusan” yang berasal dari peradaban yang lebih maju dan telah lama tinggal bersama manusia. Sebelum menghilang Minerva juga menyebutkan tentang Desmond Miles pada Ezio.
Baik Ezio dan Desmond kebingungan dengan petunjuk terakhir Minerva. Karena tidak mampu memecahkan teka-teki itu Ezio keluar dari kubah dan mendapati Rodrigo Borgia telah menghilang. Merasa urusannya di Vatikan telah selesai, Ezio kembali ke vila pamannya di Monteriggioni. Tapi perkiraannya keliru. Walau ancaman Templar sedikit berkurang, mereka ternyata melancarkan serangan balik. Di bawah komando Cesare Borgia (anak laki-laki Rodrigo Borgia dan pemimpin baru Templar), mereka berhasil mengepung dan meruntuhkan vila terakhir keluarga Auditore. (to be continued)
Even dalam Assassin's Creed Brotherhood (2010) itu menunjukkan paman Ezio yaitu Mario Auditore tewas di tangan Cesare. Tidak hanya itu, artifak Apple of Eden juga ikut dikuasai olehnya. Adapun Ezio berusaha mengejar pembunuh pamannya, namun karena menderita luka yang parah akhirnya dia pingsan. Akhirnya bersama dengan ibu dan saudara perempuannya, Ezio mengikuti para penduduk yang mengungsi ke Roma.
Beberapa hari kemudian Ezio siuman di sebuah rumah di Roma. Wanita yang merawatnya mengatakan jika Ezio diantarkan oleh seseorang yang misterius. Orang itu juga menitipkan pakaian dan senjata baru untuk Ezio. Setelah badannya cukup kuat Ezio menemui Niccolò Machiavelli. Lewat dari informasi Machiavelli dia mengetahui jika Roma sedang ditindas oleh tirani keluarga Borgia dan pasukannya.
Dengan membangun markas baru di Pulau Tiber, Ezio membangun kembali kekuatan para Assassins. Dia menjalin kekuatan dengan kelompok pelacur, pencuri dan prajurit bayaran. Ezio membangun. Pasukannya dengan merekrut anak-anak muda yang dilatihnya khusus. Setelah menyelesaikan latihan, mereka dibentuk dalam beberapa kelompok dan disebar ke seluruh Eropa untuk menjalankan misi.
Merasa persiapannya sudah cukup, Ezio mulai upayanya menjatuhkan Cesare Borgia. Dia menghancurkan beberapa menara, mensabotase persediaan senjata dan logistik, menghancurkan mesin perang buatan Leonardo da Vinci, dan mengeksekusi orang-orang penting Borgia yaitu bankir dan jenderalnya.
Ezio berhasil menyusup ke benteng kediaman keluarga Borgia dan disana dia melihat bagaimana Cesare Borgia membunuh ayahnya sendiri. Sebelum menghabisi ayahnya, Cesare memaksanya menunjukkan tempat disembunyikannya Apel of Eden. Ezio yang berhasil mendengar lokasi artifak itu segera memacu kudanya mendahului Cesare. Dia berhasil sampai lebih dulu dan menggunakan artifak itu untuk memecah belah sisa pasukan Cesare.
Dalam sebuah pertempuran akhir di gerbang Roma, Ezio dan beberapa pengikutnya menghadapi Cesare bersama pasukannya yang masih tersisa. Cesare terdesak dan akhirnya kalah. Tidak berapa lama datanglah Fabio Orsini, utusan dari Paus yang baru yang memerintahkan untuk menahan Cesare. Dengan sombongnya Cesare berkoar bahwa dia tidak akan lama dipenjara dan siapapun tidak akan sanggup membunuhnya.
Beberapa waktu kemudian Ezio merasa bimbang dengan ucapan Cesare tempo hari. Dia lalu menemui Leonardo yang kemudian menyarankannya menggunakan Apple of Eden untuk mengetahui kebenarannya. Benar saja, Cesare seolah kebal hukum karena sudah dibebaskan dari penjara. Ezio tidak membuang banyak waktu dan mengejar musuh bebuyutannya itu setelah sebelumnya mempercayakan kelompok Assassins pada Leonardo.
Tahun 1507 Ezio berhasil melacak Cesare tengah berada di sebuah benteng di Spanyol untuk membangun kembali pasukannya. Klimaks, Ezio dan Cesare bertemu kembali untuk kedua kalinya di Viana. Setelah menghancurkan perisainya, Ezio berhasil mengalahkan Cesare. Masih saja sombong, Cesare sesumbar jika dia tidak akan mati di tangan manusia. Ezio kemudian melemparkannya dari tembok benteng yang mengantarkan Cesare pada kematiannya setelah jatuh dari ketinggian. Setelah itu Ezio kembali ke Roma dan menjadi pemimpin baru kelompok Assassins.
Kisah Ezio masih berlanjut dalam Assassin's Creed Revelations (2011), dimana dia menemukan surat dari ayahnya. Disebutkan bahwa di bawah benteng Masyaf tersembunyi perpustakaan Altaïr ibn La'Ahad yang penuh dengan informasi rahasia. Merasa masih banyak misteri belum terungkap dan kenyataan bahwa musuh para Assassins ternyata masih hidup, Ezio melanjutkan petualangannya ke Masyaf di tahun 1511.
Pencarian Ezio sampai pada sebuah benteng yang dikuasai para Templar. Disana Ezio ditangkap untuk dieksekusi, namun berhasil meloloskan diri ke dalam benteng setelah membunuh kapten Templar. Ezio menemukan petunjuk dari jurnal Niccolò Polo bahwa untuk membuka perpustakaan diperlukan lima kunci. Satu kunci sudah dikuasai para Templar sedangkan sisanya berada di Konstantinopel.
Tiba di Konstantinopel Ezio disambut Yusuf Tazim, seorang mahasiswa dan pemimpin dari biro Assassins di kota itu. Ketika sedang mencari tempat berdagang Niccolò Polo, Ezio bertemu dan jatuh cinta pada Sofia Sartor, seorang kolektor buku yang juga berasal dari Italia. Setelah mendapatkan kunci pertama, Ezio menemukan jika setiap kunci berhubungan dengan pecahan memori kehidupan Altaïr.
Kunci pertama menunjukkan Altaïr dua tahun sebelum kejadian di Solomon’s Temple. Kunci kedua menunjukkan kejadian setelah Altaïr membunuh Al Mualim dan mendapatkan Apple of Eden. Kunci ketiga menunjukkan Altaïr bersama Maria Thorpe (istrinya) ketika mereka kembali ke Masyaf 10 tahun setelah serangan Mongol. Kunci keempat menunjukkan upaya Altaïr mengalahkan Abbas yang dianggap telah menggunakan kelompok Assassins untuk kepentingannya. Kunci kelima menunjukkan Altaïr sebagai guru Levantine Assassins. Disana Altaïr juga terlihat merekam memorinya dalam Apple of Eden dan mempercayakannya pada Niccolò Polo.
Belakangan terungkap bahwa Pangeran Ahmet bekerjasama dengan Templar dan diam-diam telah memimpin Byzantium. Dia juga ingin membuka perpustakaan Altaïr untuk kepentingannya sendiri. Ketika kembali ke Konstantinopel Ezio mendapati jika Yusuf telah dibunuh dan Sofia diculik oleh Ahmet. Dengan mengerahkan beberapa Assassins, Ezio lalu menyerang Ahmet berikut gudang senjatanya. Ahmet mengajukan pertukaran keempat kunci Ezio dengan nyawa Sofia. Ezio setuju dan setelah memastikan Sofia aman, dia mengejar Ahmet.
Setelah melalui pengejaran yang melelahkan Ezio berhasil menyusul Ahmet dan merebut kembali kelima kunci itu. Saat akan membunuh Ahmet, datanglah Selim (saudara Ahmet) yang menginformasikan bahwa Sultan Bayezid sebagai penerus tahta. Selim mendorong Ahmet dari tebing yang membuatnya tewas. Karena Ezio adalah sahabat baik dari Suleiman, Selim mengampuni nyawanya namun memperingatkannya agar meninggalkan Konstantinopel dan tidak kembali lagi.
Ezio dan Sofia kemudian menuju Masyaf untuk membuka perpustakaan Altaïr. Meninggalkan Sofia di gerbang, Ezio mendapati perpustakaan itu kosong kecuali berisi tulang belulang Altaïr yang mengenggam kunci keenam. Kunci terakhir itu menunjukkan Altaïr yang mengunci diri dalam perpustakaan bersama Apple of Eden setelah sebelumnya menyuruh Darim (anaknya) untuk pergi membawa jurnal miliknya.
Ezio memutuskan meninggalkan senjata berikut Apple of Eden di perpustakaan itu. Dia akhirnya mengerti tujuan Altaïr menyimpan rahasia itu adalah untuk menyampaikan pesan pada penerus Ezio yaitu Desmond. Ezio kemudian berbicara langsung pada Desmond, mengatakan keinginannya berhenti sebagai Assassins. Ezio berkata telah menemukan tujuannya dan dia ingin agar Desmond dapat menemukan jawaban dari teka-teki yang belum terungkap.
Setelah pensiun sebagai Assassin, Ezio menjalani hidup normal dengan istri dan dua anaknya di Tuscan. Beberapa tahun kemudian seorang gadis bernama Shao Jun meminta bantuan Ezio menghidupkan kembali kelompok Assassins di Cina (Assassin's Creed: Embers, 2011). Setelah membantu Shao Jun menghadapi beberapa prajurit utusan Kaisar Cina, gadis itu kembali ke negara asalnya bersama nasihat bijak dari Ezio.
Ezio meninggal di usia 65 tahun akibat serangan jantung. Di ruang kerjanya selembar surat untuk istrinya sebagai pesan terakhirnya. Disana tertulis:
“Ketika aku masih muda, aku mempunyai kebebasan, tapi aku tidak mampu melihatnya. Aku mempunyai waktu, tapi aku tidak mengetahuinya. Dan aku mempunyai cinta, tapi aku tidak merasakannya. Beberapa dekade berlalu sebelum aku dapat memahami arti ketiganya. Dan sekarang, dalam hidupku yang senja pencarian ini telah berakhir pada kebahagiaan.
Cinta, kebebasan dan waktu: ketika bergelora adalah alasanku untuk terus maju. Dan cinta, terutama, mio caro. Untukmu, untuk anak-anak kita dan saudara-saudara kita. Dan bagi dunia yang luas dan indah, yang memberi kita hidup dan terus membuat kita bertanya-tanya. Cinta yang abadi, mia Sofia.
Untukmu selamanya,
Ezio Auditore”